Dalam tradisi Jawa mengenal "Memetri" yang berarti memelihara, merawat, melestarikan sesuatu yang diamanahkan. Dalam konteks yang lebih umum memetri juga disederhanakan atau familiar sebagai "mengeti" atau mengingat dan "nengeri" atau menandai peristiwa - peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan ritual kejiwaan atau kerohanian  individu maupun kelompok. Bentuk tradisi tersebut biasanya dibarengi dengan serangkaian prosesi ritual atau laku yang ditujukan untuk membangun keterhubungan dengan getaran Adikodrati; Gusti, Jiwa, dan Leluhur. Di era Jawa Kuno kegiatan memetri dikenal dengan berbagai  corak ritual seperti; Upacara Yadnya Mecaru / Tawur, Lingga Putikeswara, Dewaraja, Pasimah, dst. Bukti adanya jenis ritual tersebut tertulis dalam prasasti dan beberapa rontal pada masa dinasti Siwa - Buddha.  Sebelum era Jawa Kuno (Prasejarah) ritual memetri di duga sudah ada sebagai wujud persembahan kepada Sukma (Roh) Leluhur dengan adanya almanak- almanak pendukung seperti perhitungan hari, pawukon, pranatamangsa dan punden berundak. 

Jika ditelaah lebih mendalam, sesungguhnya memetri adalah bagian tak terpisahkan dari struktur psikologis - spiritual yang mengakar pada masyarakat Jawa. Diketahui hingga hari ini bahwa sebagian dari manusia Jawa dinyatakan masih nyanggem pengetahuan tentang dunia lelembut yang secara kekinian dipahami sebagai dimensi energi. Hal tersebut sudah tak lagi menjadi rahasia umum. Dari dulu orang Jawa dikenal gemar menempuh olah batin (asketik) untuk menelisik keterhubungan mereka dengan apa yang ada di balik dunia materi. Tak jarang sering kita temui manusia Jawa yang masih ngugemi kaweruh kuno yang diwariskan turun - temurun. Bahkan sampai era digital - saat ini sebagian dari mereka masih menggunakannya dalam seni pemantapan batin untuk menjalani aktivitas kehidupannya agar lebih selaras.

Manusia Jawa adalah manusia yang mengedepankan bab rasa dan keselarasan. Pada masanya tak terpungkiri jika mereka rata- rata menjadi manusia  yang prigel nan autentik (murni dan tangguh) karena memiliki kemampuan Adikodrati yang diperoleh dari laku pemberdayaan diri (Tirakat). Mereka telah menemukan pola- pola realitas yang melampaui dunia skala (fisik). Dari serangkaian pengalaman dan laku tersebut kemudian terbentuklah corak tradisi dan budaya tentang ritual kontemplasi, salah satunya adalah prosesi memetri.

Di era Jawa baru kegiatan memetri menjadi berkembang sedemikian rupa. Sementara itu pengaruh - pengaruh budaya pendatang turut menyusunnya melalui  sinkretisme dan akulturasi. Diabadikan dalam budaya tutur, babad, dan gugon tuhon yang berkembang pesat di era jawa baru.  Adapun jenis - jenis corak dan tata ritualnya seperti; tradisi nyadran, metri tandur, metrl panen (metil), kirim ndoa (kenduri), slametan wetonan, slametan selapanan, slametan mitoni, slametan tingkeban, slametan tiron- tiron (tetenger), slametan suguh ngungahne beras, slametan suguh madeg omah, muludan, persihan desa, dst. Saking banyaknya corak dan tradisi memetri kadang kala susah ditemukan bentuk pembakuan teknis mutlaknya. Namun jusru itulah bukti kreativitas bangsa kita, bukti kekayaan intelektual, filsafat, spiritual, dan seni (kebijaksanaan luhur) yang dilatarbelakangi oleh berbagai macam corak keberagaman. Tak perlu memperdebatkan mana yang benar, mana yang asli, mana yang paling baik, karena semua sesungguhnya bertujuan sama dan baik pada porsinya masing- masing.  Pada hakikatnya memetri adalah cara individu atau kelompok untuk terkoneksi dengan sumber hidup dan kreativitas yang tak terbatas. Menjadi jalur tempuh pembuka "portal kadewatan/ keillahian" untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan harmonis, memayu hayuning bawana. Dinamika zamanlah yang telah memaksa leluhur kita  untuk menjahit kain budaya Nusantara dengan unik dan kreatif, terbuka dan terbarukan. Berbeda - beda tetap satu jua, bercorak sejuta warna tetapi esensi dari "Memetri" tetaplah sama; terhubung, merawat, mengingat, dan mengharmoniskan diri dengan leluhur; segala hal yang mengarah pada keluhuran budhi. Demikian ulasan.singkat dari saya tentang memetri, semoga bermanfaat.

Rahayu Sagung Dumadi 🙏

~ Tunjung Dhimas Bintoro

(Pendiri Yayasan Suruh Nusantara Cendekia)