Saya pernah di dapuk untuk menghadiri undangan diskusi bersama para akademisi sekaligus pelaku UMKM Kab. Madiun. Tema diskusi kali ini adalah tentang konteks menjalankan bisnis UMKM dengan prinsip "Frugal Living". Diskusi diawali dari perumusan masalah; yaitu bagaimana praktek "Frugal Strategy" yang mengacu kepada filosofi dan prinsip praktis laku Jawa "Gemi, Nastiti, Ati- Ati". Ditengah dunia modernisasi kita mencari tau bagaimana relevansi prinsip "Gemi, Nastiti, Ati-ati" dalam menghadapi trend dan situasi tertentu, mengacu pada pelaku UMKM.
Lalu apa sih makna dan arti "Gemi, Nastiti, Ati-ati " itu? Karena sering kali filosofi Jawa hanya dipahami sebagai abtraksi- abtraksi tertentu. Pada umumnya definisi "Gemi, Nastiti, Ati-ati" diartikan sebagai perilaku hidup hemat, cermat, dan waspada (tidak ceroboh) dalam penerapannya di dunia usaha/ bisnis. Kini bersama Suruh Nusantara, saya memberikan prespektif tafsiran baru tentang makna dan arti filosofi "Gemi, Nastiti, Ati-ati" agar bisa mendukung kekuatan "spirit" dan "ide" para praktisi UMKM dalam menekuni dunia usaha.
Mari kita urai arti dan makna "Gemi, Nastiti, Ati-ati". 1. Gemi tidak hanya bisa ditafsir sempit dengan definisi "hemat" lalu kita masih percaya dan terpengaruh oleh pesan tetua kita bahwa "Hemat Pangkal Kaya" dalam situasi dan konteks tertentu tidak masalah, mungkin baik, tetapi kenyataannya tidak sedikit seseorang mempraktikan cara hidup hemat yang mencekik dan struggle hasilnya justru gagal dan menderita. Gemi sesungguhnya berkaitan dengan mode rasa yang tenang, Gemi adalah "hikmat" yang lahir dari rasa yang tenang - tentrem; kondisi kesetabilan batin seseorang (eling). 2. Nastiti adalah laku mencermati sesuatu secara mendalam (penghayatan), terfokus, sadar, awas (katerjagaan) hal ini tidak terlepas dari kondisi kententraman atau ketenangan (Gemi), hanya di dalam kondisi Gemi atau tenanglah sesuatu terlihat jernih (titis). 3. Ati-ati mengacu kepada tindakan ketidakcerobohan atau ketidaksembronoan hal tersebut juga di dasari oleh pengaruh kualitas kondisi Gemi dan Nastiti. Ber- Ati- ati adalah kewaspadaan (temata). Jika kita dalami lagi 3 prinsip tersebut sesungguhnya berakar dari kualitas Rasa, Cipta, dan Karsa sebagai anugerah Illahi dalam diri setiap orang. Gemi mewakili kondisi Rasa, Nastiti mewakili Cipta, dan Ati-ati mewakili Karsa. Jika tiga hal yang mengacu pada diri sendiri tersebut tersentuh dan terdayagunakan dengan tepat maka seseorang akan mampu mengkreasi tindakan - Tentrem, Titis, Temata, niscaya kesuksesan pun terbuka di dalam diri sendiri.
Kesimpulannya, jika seorang manusia terlatih mendayagunakan "rasa yang tentram" maka mereka akan merefleksikan sikap sarwa tentrem, jika mereka terjaga konsisten dalam rasa yang tentrem maka Nastiti; jernih, latip, awas - sarwa titis, selanjutnya akan menjadi "sarwa temata". Lalu apa relevansinya dengan kehidupan sekarang? Relevansinya adalah kesuksesan - berakar pada diri sendiri. Seseorang yang mampu mengoptimalkan praktik "Gemi, Nastiti, Ati-ati" mereka sedang berada pada jalur- jalur proses penciptaan "Kesuksesan". Karena Kesuksesan bukanlah benda, identitas, hasil, kesuksesan adalah karakter yang tercermin dari sikap matang seseorang, kesuksesan adalah kesadaran / "Njawa".
~ Tunjung Dhimas Bintoro
(Pendiri Yayasan Suruh Nusantara Cendekia)