Sejarah Suruh Nusantara
Tunjung Dhimas Bintoro, seorang budayawan, pelatih Pencak Silat dan Guru meditasi. Lahir bulan Desember 1993 di Magetan, Jawa Timur, Indonesia. Menyelesaikan program sarjana S1 di Universitas Negeri Surabaya, program jurusan Sport Science. Pria yang akrab di panggil Mbah Tunjung atau Mas Tunjung ini tergolong unik.
Ia mengembangkan cara berpikir yang unik, anti-mainstream, dan mudah diterima kalayak luas. Menurutnya budaya dan tradisi harus diperbaharui terus – menerus karena hakikat kehidupan adalah terus bertumbuh dan berkembang atau berubah, secara subtansi pandangan budaya haruslah luas dan tidak boleh fanatik dan primitif. Ada hal- hal yang harusnya diperhatikan dan haruslah diterapkan jika hendak menyampaikan budaya dan tradisi yang luhur di era modernisasi.
Seseorang haruslah inovatif, kreatif, dan luas wawasannya atau sembodo (ks.jawa) untuk melestarikan budaya dan tradisi yang memiliki nilai luhur. Ungkapan yang sering ia pakai adalah “Kekinian harus berpijak dan belajar dari yang ke-kunoan, sementara ke-kunoan harus mau membuka diri untuk menjadi bagian dari yang kekinian”. Dengan kemampuan yang dimilikinya Tunjung Dhimas Bintoro (Mas Tunjung) kemudian mendirikan sebuah Yayasan bertajuk kemanusiaan. Yayasan itu dikenal dengan nama Suruh Nusantara Cendekia, yang sebelumnya hanyalah berbentuk komunitas diskusi literasi sejarah, meditasi, dan penggiat budaya lokal. Kini ia aktif melakukan kegiatan seperti mengajar di kelas – kelas non formal bersama Suruh Nusantara juga di komunitas maupun instansi diluar Suruh Nusantara.
Dari cara uniknya dalam memandang pentingnya mempraktikan kembali budaya dan tradisi di era kekinian, iapun mendedikasikan diri untuk terlibat aktif dalam membagikan cara pandangnya secara off-line maupun online di beranda media sosialnya. Dengan cara penyampaian yang unik dan menggelitik, Mas Tunjung berhasil menarik beberapa orang – orang dari berbagai latar belakang profesi mulai dari dokter, dosen, guru, pembisnis, iapun berhasil menembus lapisan masyarakat menengah ke atas dan kalangan bawah untuk diajaknya terlibat dalam menjalankan misi-misi kemanusiaan dan pendidikan secara berkala. Kini ribuan orang telah terlibat menjadi sukarelawan Suruh Nusantara untuk menjalankan kegiatan pemberdayaan bersama untuk menunjang bangkitnya kesadaran secara kolektif (revolusi mental) dengan harapan terwujudnya gairah suka cita kemanusiaan dan kesejahteraan bersama.
Yayasan Suruh Nusantara Cendekia adalah yayasan nirlaba yang didirikan pada tahun 2025 oleh Tunjung Dhimas Bintoro (Mbah Tunjung). Yayasan ini berpusat di Magetan, Jawa Timur, Indonesia. Yayasan ini didirikan dengan tema kemanusiaan, pendidikan, dan spiritualitas. Dalam tujuan kususnya terfokus untuk mengembangkan langkah pemberdayaan berlandasan kesadaran dari setiap individu.
Yayasan ini dikenal dengan gerakan penyadaran, pendidikan, kemanusiaan, dan langkah- langkah praktik pengembangan mental- spiritual dengan dasar “sains dan teknologi budaya Jawa “. Bermula dari keunikan pendirinya Tunjung Dhimas Bintoro dalam memahami, menggali, dan mempraktikan nilai – nilai luhur dari ajaran “Jawa” di tengah tantangan modernisasi yang mengancam karakter kemanusiaan dan penyimpangan Azas Ketuhanan yang Maha Esa yang menimbulkan distorsi toleransi, edukasi, persatuan, dan kemawasan/ kesadaran diri terhadap jati diri bangsa.
Mas Tunjung memandang seseorang haruslah mau belajar terbuka dan terus memperluas wawasannya agar tetap jernih dan utuh (holistik) dalam memandang segala peristiwa. Ia mengajak setiap orang untuk terus mengembangkan kesadarannya agar tidak terbudaki oleh mentalitas terbatas yang membelenggu diri setiap pribadi. Sekaligus sebagai seorang pemuda dengan kepekaannya dalam melihat pergeseran moral dan nilai- nilai Budhi Pekerti yang mengancam Jati diri bangsa dan negaranya, Indonesia, ia membentuk komunitas Literasi Nusantara 2013 yang kemudian berubah menjadi Suruh Nusantara pada tahun 2018. Komunitas tersebut memberi wadah bagi para pemerhati budaya, cedekiawan, pemuda – pemudi yang peduli literasi sejarah dan segala keilmuan yang dirasa praktis pemanfaatanya dalam mengubah mental seseorang, kemudian komunitas tersebut mulai menyentuh siapapun saja yang gemar menjalani pencarian spiritualitas.
Makna Logo
Api kecil (pelita) merupakan simbol semangat yang berkobar serta memberi cahaya pada sekelilingnya.
Daun suruh di bawah pelita merupakan perlambang alam, bahwa kecintaan manusia tidak hanya pada sesamanya, namun juga pada kebermanfaatan terhadap alam dan seisinya.
Sarang burung dari jerami (susuh) yang melingkari pelita artinya komunitas ini merupakan wadah dari keanekaragaman keilmuan dan pemahaman yang bermuara pada kebijaksanaan.