Suruh Kanuragan: Menyelaraskan Jiwa dan Raga Melalui Pencak Silat dan Yoga di Safin Pati Sport School
Pati, 29 Mei 2025 – Safin Pati Sport School (Universitas Safin Pati) baru-baru ini menjadi tuan rumah acara "Suruh Kanuragan" yang mengusung perspektif baru tentang pengembangan diri melalui perpaduan Pencak Silat, Yoga, dan senam massal. Acara ini dipimpin oleh dua sosok inspiratif: Mas Tunjung Dhimas Bintoro, Founder Suruh Nusantara Cendekia sekaligus Praktisi Pencak Silat, dan Rafi Arifin, CEO Safin Pati Sport School sekaligus Instruktur Ashtanga Vinyasa Yoga.
Suruh Kanuragan hadir dengan visi memberdayakan masyarakat luas untuk menjaga pola hidup sehat dan mencapai keseimbangan diri dari dalam. Program ini bersifat umum, fleksibel, dan terbuka untuk semua, tanpa terikat doktrin organisasi atau perguruan tertentu. Acara ini akan diadakan secara rutin setiap minggu, bulan, dan tahun, menegaskan komitmen untuk menjadi gerakan berkelanjutan.
Pencak Silat: Lebih dari Sekadar Bela Diri, Sebuah "Yoga Nusantara"
Mas Tunjung Dhimas Bintoro menjelaskan bahwa Pencak Silat sejatinya lebih dari sekadar olah bela diri. Ia menyebutnya sebagai "yoga Nusantara", sebuah jalan untuk menata susunan saraf-saraf luhur yang berkaitan dengan laku olah batin.
"Pencak Silat membantu individu membela diri dari serangan gejolak hawa nafsu, sifat kelesuan, dan ketidaksadaran yang membelenggu diri," ungkap Mas Tunjung. "Ini adalah tarian rasa yang membuka dan mendistribusikan energi ke seluruh lapisan diri, menjadi alat untuk menghayati segala gerak-gerik kehidupan yang mengalir di dalam diri individu."
Bagi para penggali ajaran Pencak Silat Konvensional, bela diri ini dipahami sebagai instrumen untuk penataan diri dari dalam, sebuah amanah leluhur yang terabadikan dalam setiap hakikat gerak lahir maupun batin. "Pencak Silat adalah representasi dari kehidupan itu sendiri," tegasnya.
Yoga dan Pemahaman Setan: Menepis Mitos dan Mendalami Kosmologi Timur
Salah satu bahasan menarik dalam acara ini adalah klarifikasi mengenai persepsi negatif terhadap Yoga, khususnya anggapan bahwa Yoga mengarah pada pemujaan setan. Tunjung Dhimas dengan lugas menjelaskan bahwa setan atau iblis bukanlah personifikasi, melainkan representasi dari karakter energi bermuatan rendah; bersifat lesu, lembam, terdistorsi, dan tidak stabil, yang juga mewakili kondisi ketidakseimbangan kosmis.
"Dalam kasanah budaya barat dan tradisi agama Abrahamik, setan disublimasi menjadi doktrin dualitas yang membelah, menciptakan perseteruan abadi antara kuasa terang dan gelap," jelas Tunjung. "Hal ini sering kali memicu doktrin keterpisahan, eksklusivitas, dan sikap egoistik yang kaku."
Berbeda dengan pandangan barat, budaya timur memahami keberadaan setan sebagai bagian integral dari kosmologi jagat raya (makrokosmos) yang terwujud dalam diri manusia sebagai jagat alit (mikrokosmos). Para Pitara dan Yogin di timur memahami bahwa semesta sejatinya berbasis pada "kemenyatuan" (oneness), bukan keterpisahan.
Dalam filosofi Jawa Kuno, manusia tersusun dari tiga alam kosmis: Junggring Saloka (alam ketenangan/kestabilan), Madyapada (alam dinamika/dinamis), dan Yomaniloka (alam lembam/inersia). Ketiga alam ini, jika disadari, adalah wujud dari keutuhan Ketuhanan. "Jika bergerak terpisah dan tidak seimbang, maka disebut Setan," imbuh Tunjung.
Konsep ini juga diperkuat dengan keberadaan dua kutub dalam diri manusia: Uttara Dipa (kutub utara) di dasar otak yang mewakili aspek maskulin (Siwa/Bathara Guru), dan Antaladipa (kutub selatan) di pusaran kemaluan yang mewakili aspek feminin (Sang Hyang Uma/Durga). Penyatuan kedua kutub ini, yang sering disebut sebagai kebangkitan Kundalini, akan merefleksikan energi yang indah dan mulia, membawa manusia pada pengalaman oneness atau manunggaling kawulo gusti.
Menuju Kesempurnaan Diri dengan Suruh Kanuragan
Tunjung Dhimas menutup sesi dengan menekankan bahwa Yoga, yang dalam bahasa Sansekerta berarti kesatuan, memiliki keserupaan dengan tradisi timur lainnya seperti Taya/Kapitayan (Nusantara), Tao (Tiongkok), dan bahkan Tauhid dalam Islam. Semua tradisi ini berpancer pada konsep kemenyatuan.
"Asthanga Yoga bertujuan untuk menggerakkan dan mengolah diri sebagai miniatur semesta, menuju produksi evolusioner yang berdaya, berkualitas, dan sempurna," pungkas Rafi. "Ini adalah jalan menuju kesempurnaan dan keanggunan tanpa mengabaikan seluruh keberadaan, bergerak dari pengolahan fisik menuju mental dan spiritual. Karena tak ada yang terpisah di jagat raya; semua adalah kesatuan yang saling terkait."
Acara Suruh Kanuragan di Safin Pati Sport School menjadi bukti nyata bahwa kesehatan dan pengembangan diri dapat dicapai melalui perpaduan kearifan lokal dan praktik universal, mengubah elemen "kesetanan" (kedagingan) menjadi "ketuhanan" (kerohanian), demi kehidupan yang lebih sehat, seimbang, dan tercerahkan. Rahayu Sagung Dumadi.