Ruwatan Sukerto Bumi Pertiwi: Upaya Menyucikan Diri dan Alam Lewat Tradisi Leluhur
Magetan, 20 Juli 2025 — Sebuah upacara budaya yang sarat makna spiritual bertajuk "Ruwatan Sukerto Bumi Pertiwi" diselenggarakan di Padepokan Seni Jenggleng Kusuma, Dusun Blimbing, Desa Bangunasri, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Acara ini diprakarsai oleh Yayasan Suruh Nusantara Cendekia sebagai bagian dari upaya pelestarian kearifan lokal dan spiritualitas Nusantara.
Upacara ruwatan ini bertujuan untuk menyucikan diri, masyarakat, dan bumi pertiwi dari energi negatif akibat perbuatan buruk, agar terhindar dari malapetaka, kesialan, dan berbagai bentuk tolak bala. Ratusan peserta dari berbagai daerah mengikuti acara ini dengan penuh khidmat dan penghormatan terhadap tradisi leluhur.
Acara dipandu oleh dua figur budaya, yakni Ki Dalang Jenggleng Kusuma, pengasuh Padepokan Seni Jenggleng Kusuma, dan Mas Tunjung Dhimas Bintoro, pendiri Yayasan Suruh Nusantara Cendekia. Kedua tokoh ini menggabungkan unsur seni, spiritualitas, dan edukasi dalam setiap tahapan upacara.
Rangkaian kegiatan dimulai sejak pagi hari dengan wilujengan (slametan) dan doa bersama, dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit Murwakala sebagai simbol pembebasan dari energi buruk. Kemudian dilakukan prosesi siraman sebagai lambang pembersihan diri secara fisik dan spiritual, dan diakhiri dengan jamasan potong rikmo (rambut) khusus bagi peserta yang mengikuti ruwatan sukerto.
Hadir dalam acara ini sejumlah sesepuh dan tokoh adat dari wilayah Magetan, Terung, Kasedan Jati, hingga Sanggar Tobat. Kehadiran mereka memperkuat ikatan tradisi antar komunitas serta menjadi penguat legitimasi spiritual dari pelaksanaan ruwatan.
Menariknya, acara ini tidak hanya diikuti oleh warga lokal. Peserta datang dari berbagai daerah di Indonesia seperti Surabaya, Gresik, Balikpapan, Bali, Jogjakarta, Bandung, Pasuruan, Malang, dan tentu saja dari wilayah Magetan sendiri. Keragaman asal peserta menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap nilai-nilai spiritual dan budaya Jawa.
Peserta yang mengikuti prosesi diwajibkan membawa sejumlah perlengkapan seperti kain mori sepanjang tiga meter dan pakaian yang sudah pernah dikenakan, sebagai bagian dari syarat ruwatan. Selain itu, peserta juga menyampaikan dana sesaji sebesar Rp350.000 sebagai wujud partisipasi dalam prosesi sakral ini.
Melalui kegiatan ini, Yayasan Suruh Nusantara Cendekia berharap agar nilai-nilai budaya lokal yang bersifat spiritual tidak hanya menjadi warisan diam, namun terus dihidupkan dan dimaknai kembali oleh generasi masa kini. Ruwatan Sukerto Bumi Pertiwi menjadi pengingat bahwa penyucian diri tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga mencakup keharmonisan dengan alam semesta.